Abstract :
Perkawinan adalah ikatan yang suci antara pria dan wanita dalam suatu
rumah tangga. Perkawinan merupakan salah satu tujuan hidup bagi manusia dan
salah satu jalan mendapatkan pahala dan ridha dari Tuhan Yang Maha Esa.
Perkawinan yang diadakan ini diharapkan dapat berlangsung selama-lamanya,
sampai aja! memisahkan. Akan tetapi waiaupun perkawinan itu ditujukan untuk
selama-iamanya, ada kalanya te~iadi hal-hal tertentu yang menyebabkan
perkawinan tidak dapat diteruskan, misalnya perceraian. Putusnya perkawinan
membawa akibat hukum terhadap harta bersama, yaitu harus dibaginya harta
bersama antara suami/isteri. Dasar pembagian harta bersama menurut hukum
Islam ialah berdasarkan hukum adat istiadat yang berlaku di masyarakat,
sedangkan menurut hukum positif adalah berdasarkan Undang-undang
Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 Pasal 35 dan 37 dan Kompilasi Hukum Islam
Pasal 97. Apabila ditinjau dari porsi pembagiannya, dalam hukum Islam porsinya
tergantung pada seberapa banyak saham yang dihasilkan oleh kedua pasangan.
Hukum Islam pada umum.nya lebih memandang adanya keterpisahan antara harta
suami dan harta isteri. Harta yang dihasilkan isteri merupakan harta miliknya, dan
begitu pula sebaliknya, harta yang dihasilkan suami adalah harta miliknya.
Sedangkan menurut hukum positif, porsinya sudah ditetapkan yaitu sebesar 50:50
bagi kedua pasangan. Menurut KHI masing-masing berhak mendapat seperdua
dari harta bersama. Ketentuan pembagian harta bersama hagi penganut agama
selaiil islam adalah berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 128
yang menyebutkan bahwa jika pasangan suami isteri bercerai, harta bersama
mereka dibagi dua. Untuk menghindari hal tersebut maka perlu dibuat Perjanjian
Perkawinan yang berisi tentang pemisahan harta, karena dengan demikian
kehidupan suami isteri akan aman dan tentram, sebab tidak perlu dikhawatirkan
akan terjadinya kecendrungan salah satu pihak akan memonopoli atau menguasai
harta benda dalam hubungan perkawinan.