Abstract :
sanksi pidana dalam sistem pemidanaan di Indonesia. Dalam Pasal-pasal UU
Narkotika yang mencantumkan hukuman mati sebagai ancaman hukuman yang
terberat dirasa sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia terutama Hak
Untuk hidup. Oleh karena itu diajukan Judicial Review UU Narkotika Terhadap
UUD 1945. Tujuannya adalah untuk melihat hukuman mati dalam UU Narkotika
bertentangan atau tidak dengan HAM dan apakah hukuman mati dalam UU
Narkotika efektif dalam menurunkan jumlah tindak pidana Narkotika di
Indonesia. Objek yang menjadi penelitian adalah kaidah-kaidah atau norma
hukum pidana sehingga metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian Yuridis-Normatif. Ketentuan Pasal 80 ayat (1) Huruf a, ayat (2) Huruf
a, ayat (3) Huruf a, Pasal 81 ayat (3) Huruf a, Pasal 82 ayat (1) Huruf a, ayat (2)
Huruf a, dan ayat (3) Huruf a dalam UU Narkotika merupakan pasal yang
mencantumkan ancaman hukuman pidana mati. Para Pemohon merasa bahwa
pasal-pasal yang tercantum dalam UU Narkotika dirasakan sangat tidak sesuai
dengan HAM Pengujian Materiil (Judicial Review) yang dilakukan ini adalah
dalam rangka memulihkan kembali hak untuk hidup dari ancaman hukuman mati
yang tersebar di berbagai produk peraturan perundang-undangan. Argumentasinya
adalah bahwa semua peraturan perundang-undangan yang hierarkinya di bawah
UUD 1945 mesti tak boleh bertentangan dengan prinsip hak untuk hidup yang
dijamin oleh Pasal 28A dan Pasal 281 (I) UUO 1945. Untuk saat ini hukuman
pidana mati dirasa belum cukup efektif untuk menurunkan tingkat kejahatan
khususnya kejahatan Narkotika. Jumlah tindak pidana narkotika dan psikotropika
di Indonesia justru meningkat dari tahun ke tahun walaupun UU Narkotika dan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika memberlakukan
hukuman mati. Menyikapi perkembangan permasalahan Narkotika dan
Psikotropika (Narkoba) di Indonesia, dari tahun ke tahun menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan dan mengkhawatirkan dalam kurun waktu
beberapa tahun terakhir. Peradilan pidana dapat saja keliru dalam menghukum
orang-orang yang tidak bersalah. Polisi, jaksa penuntut umum, maupun hakim
adalah juga man usia yang bisa saja keliru ketika menjalankan tugasnya. Berkaitan
dengan hukuman mati maka kekeliruan tersebut dapat berakibat fatal karena
penerapan hukuman mati bersifat irreversibel. Orang yang telah dieksekusi mati
tidak dapat dihidupkan lagi walaupun di kemudian hari diketahui bahwa yang
bersangkutan tidak bersalah. Kesimpulannya adalah Salah satu sebab hukuman
mati dihapuskan di berbagai negara di dunia adalah kenyataan bahwa hukuman
mati dianggap merupakan suatu bentuk hukuman atau perlakuan yang kejam,
tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia. Hukuman mati menurut
folosofisnya bertentangan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan seperti