Abstract :
Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan
wewenang kepada Mahkamah Konstitusi untuk menguji, mengadili undang-undang
terhadap UUD 1945 pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
Oleh sebab itu, undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
1945 harus dibatalkan dan tidak berlaku lagi. Hal itu dinyatakan melalui putusan
Mahkamah Konstitusi. Keberadaan dan kewenangan MK lebih lanjut diatur dalam
UU No. 24 Tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi.
Dalam hubungan dengan wewenang Mahkamah Konstitusi yang disebut di
atas, ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai masalah penelitian.
Pertama, apa dasar atau patokan Mahkamah Konstitusi dalam menyatakan undangundang
bertentangan dengan UUD 1945? Kedua, apakah Mahkamah Konstitusi
sudah menjalankan fungsinya dalam menegakkan negara hukum demokratis
berdasarkan wewenangjudicial review!
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, mengetahui dasar atau
patokan Mahkamah Konstitusi dalam menyatakan undang-undang bertentangan atau
tidak dengan UUD 1945. Kedua, mengetahui pelaksanaan fungsi Mahkamah
Konstitusi dalam menegakkan negara hukum demokratis berdasarkan wewenang
judicial review. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu
penelitian terhadap data sekunder (bahan-bahan hukum).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, dasar atau
patokan Mahkamah konstitusi dalam menyatakan undang-undang bertentangan
dengan UUD 1945 adalah pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, menurut
penulis Mahkamah Konstitusi sudah menjalankan fungsinya dalam menegakkan
negara hukum demokratis berdasarkan wewenang judicial review. Sebab, beberapa
putusan MK tentang judicial review dapat dianggap sudah sesuai dengan konsep
negara hukum yang demokratis. Namun, Putusan MK dalam pengujian UU No. 42
Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang menolak adanya
capres dan cawapres independen. Putusan MK tersebut kurang mewujudkan asas
negara hukum yang demokratis. Sebab, beberapa pasal dalam UU No. 42 Tahun
2008, jelas melanggar Pasal 27 ayat (1) mengenai asas persamaan di depan hukum.
Sesuai dengan kesimpulan penelitian, penulis mengajukan saran-saran sebagai
berikut. Pertama, Mahkamah Konstitusi seyogiyanya lebih teliti dalam menguji
undang-undang sehingga tidak boleh ada undang-undang yang melanggar hak-hak
dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi ataupun UUD 1945. Kedua, MPR Rl
hendaklah mengamandemen Pasal 6A UUD 1945 dengan menambahkan ketentuan
yang mengatur tentang calon Presiden dan Wakil Presiden dari jalur perseorangan
atau independen. Dengan diamandemennya pasal 6A UUD 1945, otomatis UU No.
42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden juga perlu direvisi.