Abstract :
krirninal terutarna dalarn rnasyarakat perkotaan selalu rnengalarni
perkernbangan. Perkernbangan itu dapat berupa modus operandi rnaupun alat
yang digunakan dalam rnelakukan aktivitas criminal. Seiring dengan
perkernbangan tersebut, berkernbang pula sistern pertahanan diri rnasyarakat.
Sistern pertahanan rnasyarakat merupakan tanggung jawab dari Kepolisan
Negara Republik Indonesia. Sehubungan dengan tanggung jawab tersebut,
Kepolisian merupakan instansi yang dapat rnengeluarkan kebijakan untuk
rnelindungi rnasyarakat. Salah satu kebijakan tersebut ialah dengan
rnengeluarkan tim khusus penggunaan senjata api ( lkhsa ) bagi masyarakat sipil untuk memiliki senjata api. Pemberian izin ini merupakan tindak lanjut
dari peraturan perundangan terdahulu. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui latar belakang dikeluarkannya kebijakan yang mernperbolehkan
masyarakat sipil untuk memiliki senjata api melalui SK Kapolri No. Pol.:SKEP I 82 I II I 2004, serta posisi SK Kapolri tersebut terhadap peraturan
perundangan terdahulu dan praktik pemberian Ikhsa dan pengawasannya.
Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa Ikhsa dikeluarkan untuk mendukung
keamanan dan ketertiban rnasyarakat. Dengan adanya Ikhsan maka
kemampuan pertahanan diri meningkat. Sementara itu posisi SK Kapolri ialah sebagai peraturan pelaksana dari peraturan perundang undangan yang lebih tinggi, dan merupakan pedoman bagi anggota
kepolisian dalam mengeluarkan izin kepemilikan senjata api. Surat keputusan
Kapolri ini mengikat bagi masyarakat sipil yang mengajukan permohonan
izin. Kekurangan dalam pernberian izin kepemilikan senjata api adalah
adanya pungutan tidak resmi dan lemahnya pengawasan terhadap izin yang
telah dikeluarkan. Kekurangan dapat diatasi dengan merevisi SK Kapolri dan
rneningkatkan koordinasi pengawasan antar instansi dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia.