Abstract :
Dalam penanganan tindak pidana korupsi, kewenangan penyidikan kejaksaan
didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada antara lain:
H.I.R. peraturan penguasa perang pusat, KUHAP, UU No.3 Tahun 1971, UUNo. 31
Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan UU
No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI. Namun, setelah berlakunya KUHAP,
wewenang penyidikan hanya dibebankan kepada Polri sebagai Penyidik Tunggal,
walaupun masih ada penyidik lain seperti Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
yang kewenangannya sangat terbatas dan di koordinasikan dalam penyidik Polri ·
Ada beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai masalah
penelitian yaitu : 1. Apakah peranan kejaksaan sebagai penyidik tindak pidana
korupsi pada konteks tindakan-tindakan pro-justitia telah sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagai pengawas hasil penyidikan (tugas dan wewenang praperadilan) menurut KUHAP ? 2. Apakah dengan berlakunya pasal 30 ayat (1)
huruf (d) UU No. 16 Tahun 2004 dimana penyidik dan penuntut ada di satu lembaga
dapat mengoptimalkan upaya-upaya pengawasan penyidikan terhadap tindak pidana
korupsi ? 3. Bagaimana melakukan pengawasan terhadap jaksa selaku penuntut
umum yang perlu diterapkan dalam upaya mencapai tujuan memberantas korupsi di
Indonesia?
Tujuan penelitian adalah untuk menggambarkan peranan kejaksaan sebagai
penyidik tindak pidana korupsi dalam pemberantasan korupsi pada konteks tindakantindakan
Pro-justitia apakah sejalan dengan tugas dan wewenangnya sebagai
pengawas hasil penyidikan (tugas dan wewenang prapenuntutan) menurut KUHAP,
untuk mengetahui dengan berlakunya pasal 30 ayat (1) huruf (d) UU No. 16 Tahun
2004 dimana penyidik dan penuntut ada dalam satu lembaga apakah dapat
mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dapat
menghukum pelaku dan menyelamatkan uang negara, untuk mengemukakan
pengaruh antara wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada kejaksaan selaku
penyidik maupun penuntut umum perkara tindak pidana korupsi berdasarkan
perundang-undangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu
penelitian terhadap data sekunder.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa maksud pembentukan undangundang
membuat KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981) adalah untuk memisahkan
penyidikan hanya diperuntukan bagi Kepolisian dan jaksa tidak lagi melakukan
penyidikan untuk perkara pidana apapun melainkan Kejaksaan sebagai penuntut saja.