Abstract :
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan dengan judul ?Penolakan Izin
Poligami di Pengadilan Agama Lubuk Pakam Perspektif Maqashid Syari?ah (Telaah
Putusan Nomor: 0007/Pdt.G/2019/PA.Lpk)?. Untuk menjawab tiga masalah:
Pertama, Bagaimana ketentuan hukum Islam dan Undang-Undang mengatur tentang
poligami. Kedua, Bagaimana alasan-alasan / dasar pertimbangan hakim dalam
memutuskan putusan Pengadilan Agama Nomor: 0007/Pdt.G/2019/PA.Lpk. Ketiga,
Bagaimana kaitan penolakan putusan Pengadilan Agama Lubuk Pakam Nomor:
0007/Pdt.G/2019/PA.Lpk dari sudut pandang Maqashid Syariah. Data penelitian
dihimpun melalui pembacaan putusan perkara Nomor: 0007/Pdt.G/2019/PA.Lpk,
kemudian dianalisis menggunakan maqashid syariah dengan metode deskriptif
analisis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa : pertama, Hukum Islam mengatur
tentang poligami diantaranya di dalam QS. An-Nisa ayat 3 menjelaskan bahwa
dibolehkan berpoligami dengan syarat-syarat adil kepada istri-istrinya. UndangUndang mengatur poligami secara umum di dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 4
dan 5, PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 40-44 dan KHI dalam pasal 55-59. Kedua,
pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara nomor 0007/Pdt.G/2019/PA.Lpk
adalah karena menurut Majelis Hakim permohonan pemohon tidak memenuhi
persyaratan fakultatif. Ketiga, sesuai dengan analisis maqashid syari?ah ada
mafsadah yang akan ditimbulkan terhadap perkara ini, baik jika perkara ini diterima
ataupun ditolak. Bahwa menurut analisis penulis keputusan Majelis Hakim menolak
permohonan izin poligami sudah tepat secara perundang-undangan, namun jika
dilihat dari sudut maqashid syari?ah penolakan izin poligami dianggap kurang tepat.
apabila perkara ini ditolak maka dapat menimbulkan terjadinya poligami di bawah
tangan (pernikahan yang tidak tercatat), kemudian dapat juga menimbulkan
perzinahan dikarenakan izin poligami dari pengadilan yang tidak diterima yang
dengan hal itu akan membuat nasab seorang anak yang lahir dari pernikahan di
bawah tangan dan perzinahan menjadi kabur. Dan apabila perkara ini diterima dapat
juga menimbulkan mafsadat diantaranya adalah terjadinya perceraian karena jika
dilihat dari data banyak terjadi perceraian akibat poligami. Sebagaimana kaidah fiqh
Dar?ul Mafasid Muqaddam ?Ala Jalb Al-Mashalih, maka memelihara keturunan dan
kehormatan diri dianggap lebih utama. Oleh karena itu, penolakan izin poligami
menurut analisa penulis dianggap kurang tepat dari sudut pandang maqashid
syari?ah. Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka bagi pemerintah hendaknya
membuat setiap peraturan perundang-undangan dengan jelas, bagi hakim ataupun
pembaca hendaknya analisis maqashid syari?ah dalam kasus ini tidak dijadikan
tolak ukur mutlak karena diperlukan analisis yang mendalam bagi pihak yang ingin
melakukan poligami hendaknya memenuhi semua syarat-syarat dalam hukum yang
berlaku.