Abstract :
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.
Begitulah bunyi pasal 1 PERMA No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan. Mediasi merupakan cara paling efektif dalam mengatasi penumpukan
berkas perkara di pengadilan. Penguatan terhadap eksistensi mediasi pun terus
dilakukan dalam bentuk revisi regulasi, yaitu dari PERMA No. 1 Tahun 2008
direvisi menjadi PERMA No. 1 Tahun 2016.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang
terjadinya sengketa waris di Pengadilan Agama Kota Medan, untuk mengetahui
bagaimana implementasi mediasi dalam menyelesaikan sengketa waris di
Pengadilan Agama Kota Medan, serta untuk mengetahui apa saja yang menjadi
peluang, kendala-kendala yang dihadapi dalam mediasi serta memberikan solusi
terhadap penyelesaian sengketa waris di Pengadilan Agama Kota Medan.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris (field research).
Lokasi penelitian dilakukan di Pengadilan Agama Kota Medan yang beralamat di
Jalan S.M. Raja Km. 8,8 No. 198 Medan. Teknik pengumpulan data didapat
melalui cara observasi langsung ke Pengadilan Agama Kota Medan, Melalui
teknik wawancara yang dilakukan kepada informan penelitian. Informan
penelitian berasal dari mediator nonhakim yang bertugas di Pengadilan Agama
Kota Medan serta para pihak, baik yang berhasil mencapai kesepakatan
perdamaian dan yang gagal dalam mencapai kesepakatan perdamaian di
Pengadilan Agama Kota Medan. Cara terakhir dalam teknik pengumpulan data
dengan melakukan studi dokumen, yaitu dengan membaca dan mempelajari
berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
Adanya kewajiban bagi para pihak untuk menghadiri mediasi secara
langsung, ketentuan mengenai iktikad baik dalam menempuh mediasi dan waktu
mediasi yang telah dipersingkat menjadi 30 (tiga puluh) hari merupakan terobosan
PERMA No. 1 Tahun 2016 dalam upayanya memperkuat peran mediasi.
Tentunya tidak semua poin di atas terimplementasikan di Pengadilan Agama Kota
Medan. Hal yang paling sering diabaikan adalah iktikad baik dalam menempuh
mediasi. Iktikad baik dalam pasal 22-23 PERMA No. 1 Tahun 2016 memiliki
akibat hukum bila diabaikan. Hal itu berdasarkan laporan mediator yang
menyatakan bahwa penggugat atau tergugat tidak beriktikad baik. Konsekuensi
hukumnya jika penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik dalam proses mediasi,
maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara,
sebaliknya jika tergugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik, dikenai kewajiban
pembayaran biaya mediasi
Atas dasar pasal 22-23 PERMA No. 1 Tahun 2016, mediator harus tegas
dalam menjalankan fungsinya dengan menyatakan akibat hukumnya kepada para
pihak jika tidak beriktikad baik sesuai dengan pasal 7 ayat (2) PERMA No. 1
Tahun 2016. Jika para pihak tetap mengabaikan, mediator harus melaporkan
bahwa penggugat atau tergugat dinyatakan tidak beriktikad baik, sekaligus hal ini
dapat memberikan efek jera kepada para pihak agar lebih menghormati proses
mediasi.