Abstract :
Banyak masalah hukum yang timbul yang berkaitan dengan
hadhanah (pemelihara anak), terutama masalah hadhanah terhadap anak
yang belum mumayyiz setelah perceraian. Dalam Kompilasi Hukum Islam
pasal 105 bahwa setelah terjadinya perceraian, seorang anak yang belum
mumayyiz atau belum berusian 12 tahun pemeliharaannya diserahkan
kepada ibunya, dan ada kalanya seorang ibu gugur sebagai pemegang hak
asuh anak atau dicabut kekuasaanya dalam melakukan penguasaan atau
pemeliharaan anak, dan selanjutnya digantikan pleh orang orang yang
berhak atas pengasuhan anak tersebut. Dalam pasal 156 Kompilasi Hukum
Islam, setelah perceraian mengenai hak asuh anak yang belum mumayyiz,
setelah ibu pemeliharaan anak selanjutnya diserahkan kepada ibunya ibu,
dan setelah itu baru kepada ayah. Namun siapakah yang lebih berhak
menggantikan ibu dalam pemeliharaan anak tersebut juga dapat
menimbulkan perselisihan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana hak asuh anak yang belum mumayyiz apabila seorang ibu
gugur sebagai pemegang hak asuh anak. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian yuridis normatif. Disebut sebagai penelitian normatif,
karena penelitian ini dilakukan atau ditunjukkan pada peraturan dan
bahan-bahan hukum yang tertulis. Yang mana bahan hukum primer yang
terdiri dari: Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Inpress nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Putusan
Pengadilan Tinggi Agama Medan Nomor 0139/Pdt.G//2015/PTA.Mdn,
dan bahan hukum sekunder berupa buku dan jurnal yang berkenaan
dengan masalah pemeliharaan anak. Majelis hakim Pengadilan Tinggi
Agama Medan dalam putusan No. 0139/Pdt.G/2015/PTA.Mdn mengenai
perkara hak asuh anak yang belum mumayyiz menetapkan ayah dari
kedua anak yang belum mumayyiz sebagai pemegang hak asuh anak
tersebut yang mana pada awalnya majelis hakim Pengadilan Agama
Medan dalam putusan No. 1072/Pdt.G/PA.Mdn menetapkan anak
pertama dari penggugat dan tergugat diserahkan kepada ibunya ibu atau
nenek dari pihak ibu, dan anak kedua diserahkan kepada ayah. Hakim
Pengadilan Tinggi Agama Medan memberi putusan bahwa kedua anak
yang belum mumayyiz tersebut diasuh oleh ayahnya dikarenakan hakim
lebih mengutamakan kepentingan si anak atau melihat dari segi
maslahatnya.