DETAIL DOCUMENT
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA
Total View This Week0
Institusion
Universitas Muslim Indonesia
Author
NAFIZAH ZH, ANDI ADZDZAHRATUN
Subject
K Law (General) 
Datestamp
2023-09-07 06:53:18 
Abstract :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa prosedur pengajuan grasi oleh terpidana dan untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan dalam pemberian grasi terhadap terpidana. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif. Adapun Bahan Hukum Primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya atau tempat objek penelitian yang dilakukan, Bahan hukum sekunder, merupakan data yang diperoleh bukan secara langsung dari sumber aslinya tapi melalui buku atau studi kepustakaan, hasil penelitian, jurnal, atau arsip ilmiah yang telah ada dan bahan hukum tersier merupakan data penunjang dari kedua data diatas yakni primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Prosedur pengajuan grasi yang baku yang harus dilakukan oleh terpidana maupun kuasa hukumnya baik pada pengajuan grasi yang pertama maupun pengajuan grasi yang kedua. Syarat pengajuan grasi terdiri dari terpidana, keluarga terpidana, kuasa hukum serta menteri Hukum dan HAM. Pengajuan grasi dilakukan oleh terpidana kepada presiden dalam tenggang waktu yang telah di tentukan yaitu satu tahun untuk pengajuan pertama. Untuk dapat mengajukan permohonan grasi yang kedua, terpidana harus menunggu waktu dua tahun sejak pengajuan grasi yang pertama ditolak oleh Presiden. (2) Pertimbangan Presiden dalam Pemberian Grasi kepada terpidana diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Mahkamah Agung memberikan batasan kepada Presiden dalam pemberian Grasi sehingga dapat menghindari pemberian Grasi yang berlebihan kepada pelaku kejahatan yang berat. Presiden memiliki hak prerogatif untuk memberikan pengampunan. Yang menjadi dasar presiden menolak atau menerima grasi dari terpidana karena: alasan kesehatan, pengaruh usia serta tekanan publik. Rekomendasi Penulis: (1) Agar presiden bisa lebih teliti dalam memberikan grasi dan lebih memperhatikan pertimbangan mahkamah agung. Sehingga terpidana mendapatkan kepastian hukum dan di masa depan kelak tidak terjadi lagi ada tunggakan kasus permohonan grasi. (2) Diperlukannya pembenahan secara kelembagaan atas institusi pelaksana grasi, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, agar lebih jelas tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang berwenang meneliti dan melaksanaan proses grasi. 
Institution Info

Universitas Muslim Indonesia