Abstract :
Nanoemulsi dapat didefinisikan sebagai emulsi minyak dalam air
(o/w) yang memiliki diameter droplet antara 50 sampai 1000 nm. Biasanya
rata-rata diameter droplet adalah antara 100 sampai 500 nm. Partikelnya
dapat berwujud sebagai bentuk w/o atau o/w, dimana inti dari partikel
tersebut bias air maupun minyak (Shah et al., 2010). Sistem nanoemulsi ini
memiliki beberapa keuntungan, salah satunya yaitu karena ukuran
dropletnya yang sangat kecil, akan mencegah terjadinya creaming atau
sedimentasi dan koalesensi, sehingga dapat mempertahankan sistem stabil
selama proses penyimpanan. Selain itu, dengan ukuran droplet yang kecil,
dapat menghantarkan bahan obat menembus melalui permukaan kulit dan
berpenetrasi secara aktif (Tadros et al., 2004) sehingga efektivitas bahan
aktif menjadi lebih meningkat. Dengan ukuran droplet yang kecil pula,
nanoemulsi dapat meningkatkan kelarutan dan biovailabilitas bahan obat
yang memiliki kelarutan kecil dalam air (Debnath et al., 2011).
Pada penelitian ini, asam p-metoksisinamat (APMS) digunakan
sebagai model obat untuk dibuat dalam sistem nanoemulsi. Asam pmetoksisinamat
merupakan hasil hidrolisis dari etil p-metoksisinamat yang
diperoleh dari rimpang kencur, tergolong bahan aktif yang sukar larut dalam
air dan dilaporkan memiliki aktivitas analgesik (Sadono, 2001). Golongan
obat ini diduga memiliki mekanisme kerja dengan menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin
terganggu. Dengan demikian terjadi hambatan sensitisasi reseptor nyeri
terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi (Gunawan, 2007).
Pada penelitian ini ingin diketahui karakteristik dan kelarutan asam
p-metoksisinamat menggunakan (Tween 80-Span 80) : isopropanol = 6:1
dan minyak jagung : fase air (larutan dapar pH 4,2 ± 0,2) = 1:25, 1:27,5 dan
1:30. Karakteristik yang dilakukan yaitu organoleptis, konduktivitas, ukuran
droplet dari sistem nanoemulsi sebelum dan setelah penambahan asam pmetoksisinamat.
Dari hasil penelitian diperoleh persamaan kurva baku yaitu : y =
0,1031 x + 0,0027 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,99978
dimana r tersebut lebih besar dari r tabel (0,404) sehingga menunjukan
adanya persamaan yang linier antara kadar asam p-metoksisinamat dengan
absorban.
Berdasarkan pemeriksaan organoleptis, nanoemulsi yang dibuat
memiliki tampilan fisik yang sama yaitu cairan jernih berwarna kuning
pucat, dengan konsistensi encer. Setelah nanoemulsi ditambah dengan
bahan obat, secara visual terlihat lebih keruh. Hal ini terjadi karena APMS
bersifat lipofil sehingga pada saat ditambahkan ke dalam sistem, APMS
terlarut di dalam droplet-droplet minyak dan menyebabkan perubahan
ukuran droplet minyak menjadi lebih besar. Oleh karena itu kejernihan
nanoemulsi setelah penambahan APMS menjadi berkurang.
Pada evaluasi konduktivitas didapatkan bahwa nanoemulsi yang
terbentuk memiliki tipe emulsi o/w. Selain pemeriksaan konduktivitas,
dilakukan pemeriksaan ukuran droplet dari sistem nanoemulsi sebelum dan
setelah penambahan bahan obat. Hasil pemeriksaan ukuran droplet sebelum
penambahan bahan obat berturut-turut adalah formula 1:25 (307,9 nm),
formula 1:27,5 (151,6 nm), dan formula 1:30 (122,5 nm) dan ukuran droplet
setelah penambahan bahan obat berturut-turut adalah formula 1:25 (640,1
nm), formula 1:27,5 (386,6 nm), dan formula 1:30 (177,2 nm).
Hasil pemeriksaan kelarutan secara berturut-turut adalah formula
1:20 (2844,58 ± 34,01 μg/mL), formula 1:27,5 (2462,69 ± 133,57 μg/mL),
dan formula 1:30 (2815,20 ± 10,67 μg/mL).. berdasarkan uji Anova one
way didapatkan perbedaan yang bermakna antara ketiga formula.
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan pada penelitian
ini, formula dengan ukuran droplet terkecil yaitu formula 1:30 dan formula
yang memiliki kapasitas kelarutan yang besar yaitu formula 1:25.