Abstract :
Developer sebagai penjual dan/atau agen pemasaran sering kali menjanjikan segala sesuatu kepada pembeli terkait proses penyelesaian rumah susun, dituangkan dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) sesuai Pasal 43 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rumah Susun). Pengaturan PPJB telah diatur lebih detail dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (Permen PUPR No. 11/PRT/M/2019). Rumah susun yang tanah dan/atau bangunan menjadi agunan setelah dilakukan pembuatan PPJB antara penjual/developer dan pembeli, tidak jarang ditemukan permasalahan yang timbul dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dasar keabsahan akta pemberian hak tanggungan (APHT) atas sertipikat hak guna bangunan (HGB) pada rumah susun yang telah dilakukan PPJB dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi pembeli apabila sertipikat HGB pada rumah susun dijaminkan setelah dilakukan PPJB. Penelitian hukum dengan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa PPJB digolongkan sebagai perjanjian bersyarat karena sudah menyentuh pokok-pokok perjanjian dan telah menimbulkan akibat hukum. Penjual/developer yang akan menjadikan objek PPJB sebagai jaminan, dasar keabsahan pembuatan APHT atas sertipikat HGB pada rumah susun yang telah dilakukan PPJB harus memenuhi ketentuan Pasal 11 UUHT dan memperhatikan ketentuan Pasal 10 ayat (3) huruf d Permen PUPR No. 11/PRT/M/2019. Bentuk perlindungan hukum bagi pembeli satuan rumah susun dapat berupa perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.