Abstract :
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pertama : bahwa kejahatan tindak
pidana begaal termasuk pencurian dengan kekerasan dalam pasal 365 KUHP, begitu
sangat meresahkan masyarakat, sehingga sering membuat takut ketika ingin
berpergian sendiri diwaktu malam hari begal adalah sebuah kejahatan yang sangat
begitu tega dengan korbannya dan tidak segan mengancam korban dengan senjata
tajam maupun senjata api yang dibawanya untuk menakuti dan memperlancar
pencurian. Disini juga diperlukan perlindungan hukum bagi korban terhadap
kejahatan pencurian, melindungi korban dan saksi sudah di atur didalam pasal
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
disusul dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Kompensasi, dan
Tunjangan bagi Saksi dan Korban, Perlindungan Korban dan saksi masuk dalam UU
Hak Asasi Manusia (HAK ASASI MANUSIA)selain ketentuan yang berkaitan
dengan hak-hak korban dan saksi secara umum, juga dibuat ketentuan meneganai
korban pelanggaran HAM berat (pasal 6 dan 7). Kedua : disini juga diperlukan
tindakan tegas dari pemerintah maupun polri, dan juga pengadilan untuk memberikan
sanksi terhadap terhadap bagi para pelaku tindak kriminal kejahatan begal, dengan
hukuman yang sesuai dengan yang ada di dalam KUHP dalam pasal 365 ayat 1
sampai dengan ayat 4 yang sudah ada, dan juga memberikan efek jera bagi para
pelaku kejahatan begal, disini polri maupun pengadilan haruslah bijak dalam memberikan hukuman yang sesuai dengan undang-undang yang sudah diatur. Dan
bagaimana penegakan hukum bagi para pelaku kejahatan jalanan yang dilakukan oleh
polri untuk mengurangi tindak kriminal kejahatan jalanan.
Kata kunci : Hukum pidana, begal, KUHP
ABTRACT
Based on the research results, the following deductions can be drawn:
Initially, the crime of violent robbery, outlined in Article 365 of the Indonesian Penal
Code (KUHP), significantly perturbs society. This frequently evokes apprehension in
individuals who wish to travel alone during nighttime hours. Robbery constitutes a
callous offense that inflicts distress upon victims and employs weapons such as knives
or firearms to intimidate and facilitate theft. Legal safeguards for victims of streetrelated crimes, including robbery, are imperative. Such safeguards for victims and
witnesses are codified in Article 13 of Law No. 13 of 2006, pertaining to the protection
of witnesses and victims. This is supplemented by Government Regulation No. 44 of
2008, addressing compensation, restitution, and support for witnesses and victims.
Moreover, the shield of protection extends to victims and witnesses as defined in human
rights legislation, encompassing not only general provisions for their rights but also
embracing victims of grave human rights violations (Articles 6 and 7).
Subsequently, resolute measures are warranted from governmental authorities, the
police (Polri), and the judiciary to apply penalties to those implicated in criminal acts
of robbery. The punitive measures should align with the existing stipulations present in
Articles 365, Sections 1 through 4, of the Criminal Code (KUHP). These actions should
be taken to also establish a discouraging precedent for potential offenders. It is
essential for Polri and the judiciary to exhibit careful discretion in administering
punishments that conform to established legal guidelines. Furthermore, Polri must
employ effective law enforcement strategies to curtail street-related offenses and
minimize criminal incidents in public areas.
Keywords : criminal act, robber, criminal code (KUHP)