Abstract :
Penelitian ini bertujuan mengkaji dan menganalisis kebijakan hukum
pelaksanaan pidana mati dalam hukum pidana positif saat ini, mengkaji dan
menganalisis kelemahan-kelemahan hukum pelaksanaan pidana mati dalam
hukum pidana positif saat ini dan merekonstruksi hukum pelaksanaan pidana mati
berbasis nilai-nilai Pancasila. Metode pendekatan penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif dengan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan
perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Hasil
penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Kebijakan hukum pelaksanaan
pidana mati dalam hukum pidana positif saat ini diatur dalam UU No. 5 Tahun
1969 jo UU No. 2/Pnps/1964 jo Peraturan Kapolri (Perkap) No. 12 Tahun 2010
tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. (2) Kelemahan-kelemahan hukum
pelaksanaan pidana mati dalam hukum pidana positif saat ini terdapat keraguan
dalam hal akurasi pelaksanaan pidana mati, kekhawatiran mengeksekusi orang
yang keliru, faktor efektivitas pidana mati dalam memberikan efek jera
(deterrence), dan dinilai tidak manusiawi. (3) Nilai Filosofis Kebijakan Hukum
Pelaksanaan Pidana mati dalam UUD NRI Tahun 1945 terdapat di dalam Pasal
28A, 28I, dan 28J. Studi perbandingan hukum pidana di negara asing diperoleh
dari Negara Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Jepang. Rekonstruksi hukum
pelaksanaan pidana mati berbasis nilai-nilai Pancasila yakni mengamandemen:
UU No. 5 Tahun 1969 jo Pasal 1 dan Pasal 7 UU No. 2/Pnps/1964 dan Pasal 15
huruf x Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pidana Mati. Isi rekonstruksi terhadap terpidana mati hamil dilakukan 40 hari
setelah terpidana melahirkan anaknya, diamandemen menjadi eksekusi dilakukan
setelah anaknya diberikan Air Susu Ibu (ASI) selama minimal 2 tahun. Terhadap
pasal yang mengatur tentang metode pelaksanaan pidana mati dengan cara
ditembak sampai mati dan ditembak di bagian kepala (jika terpidana tidak mati
pada eksekusi yang pertama dengan ditembak di bagian jantung) maka perlu
diamandemen dengan eksekusi pancung yangdinilai sebagai eksekusi yang paling
baik (ihsan al-qatlu) dan cepat dengan memutus urat nadi atau ?kabel? yang
menghubungkan jantung dan otak (spinal cord) sehingga lebih manusiawi karena
tidak menimbulkan rasa sakit pada terpidana mati. Hal ini berdasarkan pada Al
Qur?an Surat Al-Baqarah Ayat 178 dan 179 dan Hadits Riwayat Muslim.
Kata Kunci: Rekonstruksi, Kebijakan, Hukum Pelaksanaan Pidana Mati,
Berbasis, Nilai - nilai Pancasila