Abstract :
Mengingat satu sisi ketentuan hak cipta merupakan adopsi dari hukum asing
yang sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengantisipasi diri dalam
menghadapi globalisasi, tapi dalam sisi lain kondisi sosial budaya masyarakat
Indonesia, khususnya di Surakarta yang masyarakatnya masih tradisional
berproses menuju pada masyarakat modern (Transisi). Karena dalam
masyarakat Surakarta terlihat sifat-sifat kekerabatan yang masih
mengedepankan nilai dan sifat ketimuran yang lebih mengemukakan
kebersamaan (sifat individualisnya tidak nampak). Jadi sikap dan sifat
masyarakat Surakarta lebih mementingkan kepentingan bersama dari pada
kepentingan individu atau perorangan serta tidak semua masyarakat mengerti
dan memahami Undang-undang Hak Cipta (hukum hak cipta). Keadaan
semacam inilah yang perlu disadarkan dan diberi pemecahannya, karena itu
dengan diterapkannya Undang-undang Hak Cipta diupayakan dapat
memberikan perlindungan hukum terhadap karya cipta yang dihasilkan,
sehingga akan menumbuhkan inovasi dan kreasi di kalangan para pencipta,
khususnya para pengrajin batik. Metode yang digunakan dalam penelitian
disertasi ini menggunakan yuridis empiris dengan spesifikasi peneltian
eksploratif. Teknik pengumpulan datanya adalah mengambil data sekunder
yang kemudian diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan melakukan
rekonstruksi serta membandingkan undang-undang di 3 (tiga) negara yaitu
Indonesia, Malaysia, dan Tiongkok. Adapun permasalahannya adalah
mengapa penerapan undang-undang hak cipta dalam pemberian hukum karya
batik belum berkeadilan, bagaimana problematika perlindungan hukum karya
cipta batik saat ini, dan bagaimana rekonstruksi perlindungan hukum hak
cipta karya cipta batik yang berbasis nilai keadilan. Dari hasil penelitian yang
penulis lakukan di beberapa Pencipta atau Pengrajin serta Budayawan di Kota
Surakarta bahwa penerapan Undang ? Undang Hak Cipta dalam memberi
perlindungan hukum karya cipta batik belum menggambarkan nilai keadilan
karena pandangan Para Pencipta atau Pengrajin Batik di Surakarta masih
tidak mempermasalahkan terjadinya pelanggaran hak cipta atau penjiplakan
karya cipta mereka terhadap Pengrajin-Pengrajin kecil. Selain itu,
Kelemahannya yaitu sumber daya manusia Pencipta atau Pengrajin Batik
yang rata-rata merupakan lulusan SMA, budaya atau kultur Pencipta atau
Pengrajin Batik masih kental dengan kekerabatan dan religius (komunal) dan
beranggapan bahwa motif batik yang mereka ciptakan merupakan berasal dari
Tuhan atau Allah SWT., maka harus dibentuk suatu kelompok atau
paguyuban yang mewadahi para pencipta motif batik di Surakarta sehingga
permasalahan yang dihadapi mereka bisa diwadahi dalam paguyuban
tersebut. Sedangkan untuk Pemerintah atau Negara memberikan fasilitas atau
anggaran untuk pendaftaran karya batik tersebut yang dilakukan secara
bertahap. Disamping itu Pemerintah juga melakukan perubahan UndangUndang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta khususnya Pasal 8, Pasal
40 a, Pasal 59.
Kata Kunci : Rekonstruksi, Hukum, Hak Cipta, Pengrajin Batik
x