Abstract :
Prostitusi online merupakan suatu praktik pelacuran yang menggunakan media
sosial internet sebagai sarana komunikasi atau penghubung antara para pekerja seks
komersial (PKS), mucikari dengan para penggunanya. Media sosial yang sering
digunakan oleh para pekerja seks komersial dan mucikari pada akhir-akhir ini adalah
media sosial MiChat. MiChat merupakan aplikasi pesan pribadi maupun pesan grup,
berbagi foto, video serta pesan suara.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1.Bagaimanakah Ketentuan
Hukum Terhadap Penyalahgunaan Aplikasi Untuk Prostitusi Online?2.Bagaimanakah
penerapan sanksi bagi pelaku penyalahgunaan aplikasi MiChat untuk prostitusi online
? Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah statute approach atau pendekatan perundangundangan
dan pendekatan konseptual (conceptual aproach)
Ketentuan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Aplikasi Untuk Prostitusi Online
diatur dalam aturan perundang undangan undangan diantaranya dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Tanransaksi Elektronik. Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Penyalahgunaan Aplikasi
MiChat Untuk Prostitusi Online dimana pertanggungjawaban pidana terhadap
mucikari terdapat dalam Pasal 296 KUHP dengan pidana penjara selama-lamanya 1
(satu) tahun dan (4) empat bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya Rp
15.000,- (lima belas ribu rupiah), serta Pasal 506 KUHP dengan pidana kurungan
selama-lamanya 1 (satu) tahun. Namun dalam perkara Nomor
445/Pid.Sus/2020/PN.Pal, majelis hakim mengenakan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik menjelaskan sanksi pidana bagi pelaku tindak
pidana prostitusi online di rumuskan ke dalam Pasal 45 Ayat (1) dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000
(satu miliyar rupiah).