DETAIL DOCUMENT
Deteksi Kekeringan di Jawa dengan Menggunakan Metode Standardized Precipitation and Evapotranspiration Index (SPEI)
Total View This Week0
Institusion
Universitas Jenderal Soedirman
Author
NADHILAH, Dede
Subject
D312 Droughts 
Datestamp
2021-06-18 02:33:00 
Abstract :
Kondisi iklim yang tidak menentu dan terus berubah dari waktu ke waktu mengakibatkan terjadinya gangguan musim di Indonesia seperti kemarau yang berkepanjangan. Kemarau panjang sering terjadi di sebagian besar wilayah di Indonesia sehingga berdampak besar bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis kekeringan untuk mendeteksi potensi atau ancaman kekeringan. Dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis kekeringan dengan menggunakan metode Standardized Precipitation and Evapotranspiration Index (SPEI), untuk mengetahui tingkat spasial dan temporal risiko kekeringan di Jawa selama 39 tahun, dari tahun 1980 hingga 2018. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi data curah hujan yang diperoleh dari satelit Global Daily Precipitation (CPC-Global) dan data evaporasi yang diperoleh dari satelit GLEAM v3.3a. Selain menggunakan SPEI, penelitian ini juga menggunakan Standardized Precipitation Index (SPI) sebagai pembanding untuk membandingkan indeks kekeringan mana yang lebih baik dan lebih andal dalam mendeteksi kekeringan. Pemilihan distribusi sangat penting untuk dilakukan agar nilai SPI dan SPEI tidak memiliki bias yang tinggi. Dari hasil pengujian, distribusi yang paling sesuai untuk SPI adalah distribusi gamma sedangkan distribusi Generalized Extreme Value (GEV) untuk SPEI. Variasi temporal nilai SPI dan SPEI akan dibahas dengan mempertimbangkan skala waktu yang berbeda (bulanan ke tahunan). Korelasi Pearson antara kedua indeks kekeringan dihitung untuk melihat seberapa mirip kedua indeks tersebut. Selain itu, uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk uji kesamaan dua jenis distribusi tersebut. Hasil yang diperoleh dari analisis ini menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara model SPI dan SPEI secara bulanan relatif tinggi dan secara konsisten meningkat seiring dengan peningkatan skala temporal, namun cenderung menurun pada musim kemarau. Akan tetapi, SPI mendeteksi tingkat kekeringan yang lebih parah dengan perkiraan yang terlalu tinggi dibandingkan dengan SPEI. Estimasi kekeringan dengan luasan spasial yang lebih besar juga dihasilkan oleh SPI yang diikuti oleh SPEI dibandingkan dengan kejadian kekeringan faktual. Akibatnya, dalam memperkirakan kejadian kekeringan dengan pendekatan SPI akan lebih konservatif sedangkan SPEI bersifat moderat. 
Institution Info

Universitas Jenderal Soedirman