DETAIL DOCUMENT
REFORMULASI KEBIJAKAN KLARIFIKASI DALAM PROSES PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA DI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG BERKEADILAN
Total View This Week0
Institusion
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Author
Sugihartono, Harryo
Subject
K Law (General) 
Datestamp
2024-08-03 06:53:10 
Abstract :
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melakukan kegiatan permintaan klarifikasi atau permintaan keterangan untuk hadir di kantor kepolisian khususnya dari pihak yang dilaporkan. Kebijakan klarifikasi itu menekankan kehadiran masyarakat yang diundang untuk hadir di kantor kepolisian. Penerbitkan kebijakan klarifikasi pada tahap kegiatan penyelidikan dugaan tindak pidana secara tidak langsung menjadikan sebuah kebiasaan atau pembenaran. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Mengapa kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana di POLRI belum berkeadilan? (2) Bagaimana pengaturan kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana saat ini ? (3) Bagaimana reformulasi kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana di POLRI yang berkeadilan ? Metode penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan dengan negara lain. Penelitian ini menggunakan data primer sebagai data penunjang dan data sekunder data utama. Hasil penelitian menjukkan bahwa: (1) Kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana di POLRI belum berkeadilan karena dipengaruhi faktor internal yaitu proses penyelidikan tindak pidana di POLRI tidak sesuai dengan prosedur penyelidikan. Sedangkan faktor eksternal karena kurangnya pengorganisasian dalam sosialisasi, sehingga tidak semua penyidik memahami yang dapat menghambat penyidik untuk melakukan penyidikan. (2) Pengaturan kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana saat ini tidak diatur secara tertulis dalam sebuah peraturan yang ada. Kebijakan klarifikasi pada proses penyelidikan tindak pidana idealnya ditiadakan karena tidak mendasarkan KUHAP, UU Kepolisian Negara Republik Indonesia dan PERKAP. Penerbitab Peraturan DIR TIPIKOR Nomor 2 Tahun 2013 tentang SOP Penyeledikan Tindakm Pidana Korupsi Dilinngkungan Direktorat Tindak Pidana Korupsi BARESKKRIM POLRI yang mengatur tentangt permintaan keterangan atau yang saat ini lazim disebut klarifikasi bertentangan dengan KUHAP, UU Kepolisian Negara Republik Indonesia dan PERKAP. (3) Reformulasi kebijakan klarifikasi dalam proses penyelidikan tindak pidana di POLRI yang berkeadilan seyognya dikembalikan lagi pada aturan dasarnya, yaitu KUHAP, UU Kepolisian Republik Indonesia dan PERKAP karena kebijakan klarifikasi atau permintaan keterangan pada proses LIDIK sangat berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang atau abuse of power. Kebijakan klarifikasi yang ada di negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon tidak mengenal kebijakan undangan klarifikasi, yang ada dalam kegiatan penegakan hukum yang bersifat investigasi. Dalam investigasi diperbolehkan melakukan kegiatan permintaan klarifikasi atau permintaan keterangan untuk hadir di kantor Kepolisian khususnya dari pihak yang dilaporkan namun cara penyampaian permintaan tsb secara lisan tidak melalui kebijakan dari pihak Kepolisian. =========================================================== The National Police of the Republic of Indonesia in carrying out activities to request clarification or request information to be present at the police station, especially from the party being reported. The clarified policy emphasizes the presence of the public who are invited to attend the police station. Issuing a clarification policy at the stage of investigation of alleged criminal acts indirectly creates a habit or justification. The problems in this research are: (1) Why is the clarification policy in the criminal investigation process at the POLRI not yet fair? (2) How is the clarification policy regulated in the current criminal investigation process? (3) How is the reformulation of clarification policies in the process of investigating criminal acts at the POLRI fair? This research method is normative juridical research, using a statutory approach, a conceptual approach and a comparative approach with other countries. This research uses primary data as supporting data and secondary data as main data. The results of the research show that: (1) The clarification policy in the process of investigating criminal acts at the POLRI is not fair because it is influenced by internal factors,namely the process of investigating criminal acts at the POLRI is not in accordance with investigative procedures. Meanwhile, external factors are due to a lack of organization in socialization, so that not all investigators understand, which can hinder investigators from carrying out investigations. (2) The regulation of clarification policies in the criminal investigation process is currently not regulated in writing in an existing regulation. The clarification policy in the criminal investigation process should ideally be eliminated because it is not based on the Criminal Procedure Code, the Republic of Indonesia State Police Law and PERKAP. The issuance of DIR TIPIKOR Regulation Number 2 of 2013 concerning SOPs for Investiga 
Institution Info

Universitas 17 Agustus 1945 Semarang