DETAIL DOCUMENT
Rekonstruksi Disparitas Penafsiran Hukum Pembuktian Sederhana Berakibat Pada Putusan Hakim Dalam Perkara Kepailitan
Total View This Week0
Institusion
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang
Author
Dinovan, Didin Rohidin
Subject
K Law (General) 
Datestamp
2024-06-08 05:11:45 
Abstract :
Penafsiran frasa pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan sering kali ditafsirkan berbeda-beda (disparitas penafsiran), baik oleh hakim maupun keterangan ahli. Hal ini akan berdampak pada pertimbangan dan keputusan hakim yang berbeda-beda sehingga menimbulkan ketidak pastian hukum dan ketidak adilan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan. Norma pembuktian sederhana diatur dalam Pasal 8 ayat (4) jo. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK&PKPU), yaitu mengatur tentang : ?Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang dapat dibuktikan secara sederhana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi. Pasal 2 ayat (1) menyatakan: Seorang debitur yang mempunyai dua orang kreditur atau lebih dan tidak membayar lunas paling sedikit satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan atas permohonannya sendiri atau atas permohonan salah satu kreditor. atau lebih kreditur?. Permasalah dalam penelitian disertasi ini, yaitu : 1. Mengapa disparitas penafsiran hukum pembuktian sederhana berakibat pada putusan hakim dalam perkara kepailitan. 2. Bagaimana mekanisme proses persidangan permohonan kepailitan di pengadilan niaga dan putusan pengadilan niaga yang terkait dengan frasa pembuktian sederhana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 3. Bagaimanakah Rekonstruksi Hukum Disparitas Pembuktian Sederhana dalam pertimbangan dan putusan hakim tidak akan ada lagi multitafsir agar putusan hakim tidak saling berbeda dan berbasis nilai keadilan. Metode dalam Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif normative yuridis, dan bersifat penelitian lapangan (field research) dan perpustakaan (Library Research), pendekatan Undang-Undang (State Aproach), pendekatan kasus (Case Aproach), pendekatan perbandingan (Comparative Aproach) dan pendekatan (Conseptual Approach). Kerangka Pemikiran terdiri dari Grand Theory Teori Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum, Middle Theory Teori Hukum Kepailitan dan Teori Keadilan, dan Applied Theory Teori Pembuktian. Hasil penelitian ini memberikan fakta bahwa terdapat adanya perbedaan penafsiran hukum terhadap frasa pembuktian sederhana dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan hakim yang kontradiktif dan inkonsisten. Hal ini tercermin pada contoh putusan hakim dalam pembahasan penelitian disertasi ini, yaitu: putusan Nomor Perkara: 52/Pailit/2009/PN .NIAGA. JKT. PST. di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, putusan Nomor Perkara: 02/PDT.SUS. PAILIT /2014/ PN. Niaga. Mks. di Pengadilan Niaga Makasar, dan putusan Nomor Perkara: 25/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN-Niaga.Sby. di Pengadilan Niaga Surabaya. Peneliti dalam penelitian disertasi ini menemukan fakta, bahwa konstruksi norma Pasal 8 ayat (4) belum mengatur secara tegas, normative, kongkrit dan limitatif, karena itu harus dilakukan rekonstruksi norma Pasal 8 ayat (4), dan perlunya di definisikan apa yang dimaksud dengan pembuktian sederhana dalam Bab I Ketentuan Umum. =========================================================== The interpretation of simple evidentiary phrases in bankruptcy cases is often interpreted differently (disparity of interpretation), both by judges and expert testimony. This will have an impact on the considerations and decisions of different judges, giving rise to legal uncertainty and injustice for the parties involved in bankruptcy cases. Simple evidentiary norms are regulated in Article 8 paragraph (4) jo. Article 2 paragraph (1) of Law Number: 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations (UUK&PKPU), which regulates: "A request for a bankruptcy declaration must be granted if there are facts or circumstances that can be proven simply, as intended in Article 2 paragraphs (1) have been fulfilled. Article 2 paragraph (1) states: A debtor who has two or more creditors and does not pay in full at least one debt that is due and collectible, is declared bankrupt based on a court decision at his own request or at the request of one of the creditors. or more creditors?. The problems in this dissertation research are: 1. Why do disparities in the interpretation of simple evidentiary law have an impact on judges' decisions in bankruptcy cases. 2. What is the mechanism for the trial process for bankruptcy applications in the commercial court and commercial court decisions related to simple evidentiary phrases as regulated in the Bankruptcy Law and Suspension of Debt Payment Obligations. 3. How is the legal reconstruction of disparities in simple evidence that in the judge's considerations and decisions there will no longer be multiple interpretations so that the judge's decisions do not differ from each other and are based on the values of justice and legal certainty. The method in this research uses qualit 
Institution Info

Universitas 17 Agustus 1945 Semarang