Abstract :
Latar belakang: Wanita berusia 30-50 tahun rentan beresiko mengalami RA tiga kali
lebih besar daripada pria, aktivitas penyakit dimulai dengan peradangan progresif
sendi, erosi tulang, hingga komplikasi berupa kecacatan. Saat ini, beberapa strategi
untuk meningkatkan pengobatan RA diselidiki pada model hewan percobaan. Antara
lain, ini termasuk sel punca mesenkim, aplikasi inhibitor NOD-, LRR-, dan pyrin
domain-containing protein 3 (NLRP3), dan penargetan reseptor GM-CSF, GM-CSF.
Penerapan berbagai macam terapi pada RA memberikan efek positif dalam menunda
maupun mencegah timbunya RA, akan tetapi pengobatan RA lini pertama biasanya
dilakukan dengan monoterapi csDMARD yaitu kombinasi antara metotreksat dengan
glukokortikoid. Jika target pengobatan tidak tercapai melalui monoterapi metotreksat
dalam 3-6 bulan, DMARD sintetis konvensional (csDMARD) lainnya biasanya
ditambahkan.
Metode: Terdapat berbagai macam terapi yang digunakan dalam pengendalian RA
sehingga dilakukan Systematic Literature Review pada 14 jurnal yang relevan dengan
kriteria inklusi untuk mendapatkan jenis csDMARD yang sesuai sehingga pengaruh
penggunaan terapi dengan csDMARD terhadap inflamasi sendi dapat mencapai
keberhasilan yang optimal.
Hasil: Hasil review pada 14 jurnal didapatkan untuk jenis csDMARD yang paling
banyak dipakai wanita pada awal pengobatan adalah MTX (methotrexate), LEF
(leflunomide), dengan pemberian dosis minimal 10-12,5 mg/minggu. Rata ? rata terapi
csDMARD dilaksanakan selama kurang lebih 1 tahun dengan dosis pemberian yang
meningkat di awal, dan setelah 1 tahun akan diturunkan secara perlahan.
Kesimpulan: Penggunaan monoterapi methotrexate ataupun leflunomide dinilai
mampu untuk mengurangi inflamasi (nilai CRP dan ESR) yang terjadi pada synovial
sendi penderita Rheumatoid Arthritis wanita dengan rata rata usia 40-60 tahun, dan
akan lebih baik apabila digunakan dalam bentuk kombinasi.