Abstract :
Force majeur merupakan kesempatan yang diberikan oleh Undang-Undang No.
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bagi perusahaan untuk melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2020
tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) sebagai Bencana Nasional menjadi salah satu alasan bagi perusahaan
untuk melakukan klaim force majeur. Dan yang menjadi korban Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) adalah pekerja/buruh dengan status Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT). Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengkaji
apakah pandemi Covid-19 dapat dijadikan alasan keadaan mendesak (force
majeur) dan mengetahui hak pekerja/buruh dengan status perjanjian kerja waktu
tertentu (PKWT) apabila pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan tidak
memenuhi syarat sebagai keadaan mendesak (force majeur). Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Data dikumpulkan
dengan metode pengumpulan kepustakaan dan dianalisis dengan analisis
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah pandemi Covid-19 dapat dijadikan
alasan keadaan mendesak (force majeur) untuk melakukan pemutusan hubungan
kerja (PHK) sepihak tanpa melalui lembaga penyelesaian perselisihan industrial
dengan persyaratan didalam Perjanjian Kerja telah disebutkan dengan jelas bahwa
pandemi Covid-19 sebagai salah satu alasan force majeur. Jika klausul ini tidak
terdapat didalam Perjanjian Kerja, maka klaim force majeur yang dilakukan
sebaiknya dengan tujuan untuk menegoisasikan ulang isi perjanjian kerja. Hal ini
dilakukan dengan itikad baik untuk kelangsungan perusahaan dan kesehatan
pekerja/buruh selama pandemi Covid-19 bukan untuk melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Hak pekerja/buruh dengan status perjanjian kerja waktu
tertentu (PKWT) apabila pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan tidak
memenuhi syarat sebagai keadaan mendesak (force majeur) yaitu Uang Pesangon
sebanyak 2 (dua) kali Ketentuan Pasal 156 (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali, ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Hal ini diatur didalam pasal 164 ayat (3)
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.