DETAIL DOCUMENT
KAJIAN YURIDIS PERJANJIAN DIKUASAKAN KEPADA PEREMPUAN BERSUAMI DALAM PERSPEKTIF PASAL 1798 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3 TAHUN 1963
Total View This Week0
Institusion
Universitas Panca Marga
Author
ARDIANTO, ANGGA EKO
Subject
Fakultas Hukum 
Datestamp
2020-10-19 02:05:57 
Abstract :
Pada dasarnya, setiap orang yang sudah dewasa dan sehat akal pikirannya adalah cakap menurut hukum. Ketidakcakapan seorang perempuan yang bersuami dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berhubungan dengan sistem yang dianut dalam hukum Perdata barat (Negeri Belanda) yang menyerahkan kepemimpinan pada seorang suami. Kesetaraan gender merupakan kesetaraan perlakuan bagi laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan serta keamanan nasional (hankamnas). Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan kedudukan hukum perempuan sebagai penerima kuasa dalam perjanjian ditinjau dari perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963, akibat hukum dan sanksi yang diberikan kepada perempuan apabila lalai dalam menjalankan kuasanya ditinjau dari perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pendekatan yang digunakan dalam metode ini adalah pendekatan normatif. Prosedur Pengumpulan data menggunakan Studi Kepustakaan. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode analisa data yuridis kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Hasil penelitian ini bahwa kesederajatan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya mencuat dalam rumah tangga saja, tetapi juga dalam kehidupan masyarakat dan hukum. Laki-laki dan perempuan memiliki kemampuan dan kesempatan yang seimbang tanpa perlu membedakan jenis kelamin. Keadilan sosial berkaitan erat dengan asas equality before the law, Oleh karena itu, hak dan kewajiban perempuan bersuami dalam menerima kuasa dari orang lain dalam suatu perjanjian setara dengan laki-laki karena tidak berlakunya Pasal 108 dan 110 tentang larangan perempuan bersuami dalam melakukan perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dicabut oleh Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tentang gagasan tidak menganggap Burgerlijk Wetboek sebagai Undang-Undang sehingga perempuan bersuami memiliki akibat hukum dan sanksi yang sama dengan laki-laki untuk menerima kuasa dalam suatu perjanjian 
Institution Info

Universitas Panca Marga