Abstract :
ABSTRAK
Perebutan penguasaan tanah antara korporasi dengan masyarakat sering
menimbulkan konflik. Salah satunya adalah konflik antara PT. Sumatera Sylva
Lestari (SSL) dengan Kelompok Petani Miskin Tangun Kecamatan Bangun Purba
Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.
Tanah yang dikelola oleh masyarakat Tangun sejak ratusan tahun kemudian
ditunjuk oleh pemerintah sebagai kawasan hutan produksi sejak tahun 1979 dan
ditetapkan pada tahun 1999. Kawasan hutan tersebut kemudian diberikan izin
konsesi IUPHHKT-HTI terhadap perusahaan kehutanan. Penetapan sepihak inilah
yang kemudian hari memicu konflik tanah antara masayarakat dengan perusahaan
hingga terjadi bentrok fisik yang menyebabkan korban luka-luka dan korban jiwa.
Tiga orang warga masyarakat Tangun meninggal dunia. Aksi saling laporpun
terjadi kepada pihak kepolisian.
Masyarakat menuntut perusahaan bertanggungjawab terhadap korban.
Melalui mediasi yang fasilitasi oleh Pemerintah Kecamatan Bangun Purba dan
Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu namun tidak membuahkan hasil. Mediasi
kemudian disepakati difasilitasi oleh Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat
Riau (FKPMR).
Berdasarkan latar berlakang diatas, permasalahan yang diteliti adalah
bagaimana proses terjadinya konflik serta penyelesaiannya yang disepakati kedua
belah pihak, bagaimana implementasi penyelesaian konflik serta dampaknya
terhadap kehidupan masyarakat, dan apa saja pilihan yang dapat ditempuh oleh
kedua belah pihak agar kesepakatan dapat berkekuatan hukum tetap.
Permasalahan yang telah dirumuskan akan dijawab dan dipecahkan dengan
metode pendekatan penelitian yuridis empiris yang dengan kata lain adalah
penelitian hukum sosiologis dan dapat pula disebut dengan penelitian lapangan,
yaitu mengkaji ketentuan yang berlaku serta apa yang terjadi yang merupakan
kenyataannya dalam masyarakat.
Penelitian ini akhirnya menyimpulkan bahwa beberapa point kesepakatan
hasil mediasi diingkari oleh perusahaan sehingga konflik terus terjadi dilapangan.
Penggusuran, peracunan tanaman masyarakat serta pengrusakan sepeda motor
hingga penganiayaan masih terjadi pasca kesepakatan. Hingga kini persoalan
sengketa lahan belum terselesaikan dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan
konflik baru antara kedua belah pihak. Solusi penyelesain konflik yang dapat
ditempuh oleh kedua belah pihak berikutnya antara lain: 1. Mediasi lanjutan
antara kedua belah pihak yang difasilitasi oleh pemerintah, 2. Menggunakan
skema Perpres Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria, 3. Mengunakan
skema kemitraan kehutanan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 83/Menlhk/Setjen/Kum.1/2016 tentang Perhutanan Sosial.
Kata Kunci: Konflik, Agraria, Mediasi, Perjanjian