Abstract :
Grasi adalah hak prerogatif kepala negara atau pemerintah untuk mengurangi
atau menghapuskan hukuman yang telah dijatuhkan kepada terpidana yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap. Grasi diberikan sebagai bentuk keadilan dan
kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap terpidana yang dianggap
memiliki alasan yang memadai.
Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah 1. Bagaimana Legalitas
Permohonan Grasi Oleh Terpidana Yang Telah Memperoleh Hukum Tetap Ditinjau
Dari Undang-Undang Grasi, 2. Bagaimana Tanggungjawab Terpidana Dalam
Permohonan Grasi Yang Ditolak. Sedangkan tujuan untuk 1. Untuk Mengetahui
Legalitas Permohonan Grasi Oleh Terpidana Yang Telah Memperoleh Kekuatan
Hukum Tetap. 2. Untuk Mengetahui Pertanggungjawaban Terpidana Dalam
Permohonan Dan Pengajuan Grasi Yang Ditolak.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, penelitian menggunakan penelitian
yang bersifat yuridis normatif. Sesuai dengan masalah tersebut, data yang
digunakan penelitian yuridis, penelitian pustaka yang kemudian dianalisis
menjadi data yang dapat diterjemahkan dan dapat dimengerti. Teknik penelitian
ini mengambarkan secara yuridis normatif yang sesuai dengan interpretasi
gramatikal, formal menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan
dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah - kaidah hukum yang berlaku.
Hasil penelitian menunjukkan 1. Pemberian ampunan/grasi, dalam sistem
hukum pidana umum, maka yang berwenang memberikan grasi hanyalah kepala
Negara. Tidak ada jalan lain untuk memberikan pengampunan kepada para terpidana
yang dalam arti, tindakan kejahatannya tidak terhapus, kecuali dengan menggunakan
grasi. Dasar pemberian grasi, berdasarkan analisis peneliti bahwa a. Kepentingan
keluarga dari terpidana, b. Terpidana pernah berjasa bagi masyarakat, c. Terpidana
menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan, d. Terpidana berkelakuan baik
selama berada di Lembaga pemasyarakatan). 2. Tanggungjawab Terpidana Dalam
Permohonan Grasi Yang Ditolak, secara hukum karena telah ada keputusan tetap
dari Pengadilan, maka harus dilaksankan karena pasal 4 ayat (1) Presiden berhak
mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan terpidana, jika
permohonannya ditolak harus diikuti putusan pengadilan atas penjatuhan
hukumannya.
Kesimpulan a) Legalitas Hukum yang kuat, hal tersebut didasarkan pada
Undang-undang Dasar dan grasi. Menunjukkan terhadap putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terpidana dapat mengajukan
permohonan grasi kepada Presiden. b) Tanggungjawab Terpidana Dalam
Permohonan Grasi Yang Ditolak, dalam realitanya hukum tata Negara, seorang
Presiden tidak serta merta memberikan grasi bagi seorang terpidana tetapi Presiden
harus meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung
Kata Kunci : Grasi, Terpidana dan Kekuatan Hukum