Abstract :
Masalah korupsi sebenarnya bukanlah merupakan masalah baru di
Indonesia, karena telah ada sejak era tahun 1950-an. Bahkan berbagai kalangan
menilai bahwa korupsi telah menjadi bagian dari kehidupan, menjadi suatu sistem
dan menyatu dengan penyelenggaraan pemerintah negara. Korupsi sendiri
semakin lama semakin beragam bentuk dan cara melakukannya, salah satunya
adalah dalam bentuk gratifikasi. Di Indonesia, pasal yang mengatur gratifikasi
adalah Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penanganan gratifikasi yang selama ini ditangani banyak terbentur pada proses
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, hal ini disebabkan karena para pelaku
tindak pidana korupsi menggunakan peralatan yang canggih dan biasanya
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki daya intelektual yang mumpuni serta
dilakukan oleh lebih dari satu orang dalam keadaan yang terselubung dan
terorganisir. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peran
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pembuktian gratifikasi sebagai tindak
pidana korupsi? Apakah kendala yang dihadapi Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam hal pembuktian gratifikasi? Bagaimanakah upaya yang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam
penanganan gratifikasi? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis
sosiologis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan
studi dokumen. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut: Peran KPK dalam upaya pembuktian gratifikasi
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 baik peran penyelidik,
penyidik maupun penuntut umum. Penyelidikan merupakan salah satu sub dari
fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa
penyadapan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan
surat, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum.
Kendala yang dihadapi KPK adalah pelaku tindak pidana dilakukan secara
bersama-sama bukan perorangan dan merupakan orang-orang intelektual, kuatnya
jaringan pelaku, tidak adanya bukti permulaan yang cukup, modus operandi yang
canggih, sulit menemukan alat bukti, kemungkinan alat bukti direkayasa,
keterangan tersangka berbelit-belit, saksi tidak mau hadir serta saksi memberikan
keterangan yang berbeda. Upaya yang dilakukan adalah pencegahan tersangka
melarikan diri ke luar negeri, penyitaan alat-alat bukti, mencari dan
mengumpulkan bukti yang memberatkan tersangka, pemanggilan paksa,
perlindungan hukum terhadap saksi dan ancaman pidana atas kesaksian palsu.