Abstract :
Banyak pengusaha yang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
para pekerja secara tidak manusiawi atau tidak sesuai dengan hokum yang berlaku.
Semua itu disebabkan karena para pekerja dianggap tidak mengetahui peraturan
tentang pemutusan hubungan kerja, sehingga ketika para pekerja di PHK oleh pihak
perusahaan maka pekerja begitu mudah untuk dapat menerima keputusan PHK
tersebut dengan hanya perasaan kecewa. Padahal ada hak dan kewajiban yang
timbul atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tercantum di dalam
perjanjian secara tertulis. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian
yuridis normatif dengan tipe deskriptif analitis. Sumber data didapatkan melalui data
primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain menggunakan Teknik Studi kepustakaan Teknik Studi
Dokumen kasus-kasus hukum dengan pengolahan dan analisis data dilakukan
secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa bukan
hanya pengusaha yang diminta untuk sedapat mungkin tidak melakukan PHK, tetapi
juga pihak Pekerja/Buruh dan pemerintah diwajibkan untuk mengusahakannya. Hal
ini terkait dengan PHK yang dilakukan oleh pihak pekerja, yaitu yang berkaitan
dengan pemenuhan prestasi yang telah diperjanjikan melalui perjanjian kerja. Jika
merujuk pada Kepmenaker Nomor 150 Tahun 2000, pekerja berhak untuk
mendapatkan pembinaan guna memperbaiki kinerjanya demi kepentingan
perusahaan. Sedangkan bagi pihak pemerintah harus mengupayakan agar tidak
terjadi PHK, yakni dengan mengeluarkan kebijakan ketenagakerjaan yang melarang
pihak pengusaha atau perusahaan untuk melakukan efisiensi. Dalam ruang lingkup
perekonomian, hendaknya pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan atau
terobosan sehingga dapat meningkatkan gairah industri yang dapat menyerap
banyak tenaga kerja.