Abstract :
Prostitusi melalui media sosial merupakan kegiatan prostitusi atau suatu kegiatan
yang menjadikan seseorang sebagai objek untuk di perdagangkan melalui media elektronik
atau online. Prostitusi online dilakukan dengan media karna lebih mudah, murah, praktis
dan lebih aman dari razia petugas dari pada prostitusi yang di lakukandengan cara
konvensional. Prostitusi melalui media sosial sebagai kejahatan cyber crime merupakan
kejahatan jual beli perdagangan manusia dalam kegiatan kasus tawar-menawar yang
bersendikan pada pelayanan penikmat jasa yang pelancarannya bersendikat pada dunia maya
atau jejaring internet sebagai media penyambung dalam meluruskan aksi kejahatan tersebut.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik yang mengatur tentang Prostitusi diatur dalam Pasal 27 Ayat (1).
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sudah
banyak menjerat kasus prostitusi, namun di Indonesia sendiri angka prostitusi dari tahun ke
tahun menunjukan suatu peningkatan. Dari data putusan MA terkait putusan kasus prostitusi
dengan klasifikasi ITE pada tahun 2017 terdapat 5 putusan, 2018 terdapat 6 putusan, dan
2019 terdapat 10 putusan. Dengan menaiknya angka kasus prostitusi artinya pengguna jasa
prostitusipun setiap tahunnya menunjukan peningkatan, namun sangat disayangkan tidak ada
sanksi untuk menjerat penggunanya. Dari situlah sanksi pidana bagi para pelaku prostitusi
belum menunjukan suatu keadilan karena belum bisa menjerat semua pihak yang terlibat
kasus tersebut. Tanggung jawab pidana terhadap pelaku prostitusi melalui media sosial
terdapat dalam UU ITE ini termuat, yaitu pada Pasal 45 ayat (1) tentang Ketentuan Pidan.
Dari semua pasal dari UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
tidak ada menyebutkan kata prostitusi di dalamnya. Hanya pada Pasal 27 yang menyebutkan
tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang, menyebut kata kesusilaan yang menyangkut
untuk hal-hal yang mengandung pornografi. Beda halnya kesusilaan dengan prostitusi
online. UU ini tidak menjelaskan terhadap sanksi pidana buat para pengguna layanan
prostitusi melalui media sosial. Dan pelaku pengguna layanan prostitusi online tidak dapat
dijerat, jadi bisa dikatakan UU ini tidak tepat digunakan untuk menanggulangi permasalahan
prostitusi online.