Abstract :
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Penerapan diversi di Polrestabes Makassar sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak ( korban dan tersangka), para pihak yang diundang untuk diversi diantaranya : (a) korban dan keluarga, (b) tersangka dan keluarga, (c) BAPAS, (d) Bapemas, (e) Lembaga atau organisasi sosial pendamping anak. 2) Yang menjadi hambatan dalam penerapan diversi diantaranya : (a) Terbatasnya fasilitas sebagai alat untuk pelaksanaan diversi seperti, ruang mediasi untuk musyawarah, ruang
khusus anak, dan lembaga penempatan anak sementara, (b) Pandangan masyarakat
khususnya keluarga korban terhadap diversi yang cenderung negatif yang berakibat
adanya dendam dan pengucilan bagi anak yang berkonflik dengan hukum serta
masyarakat yang masih ingin melakukan pembalasan bagi pelaku dengan cara
memberikan hukuman atau pidana . 3) Diversi dalam Undang-undang No. 11 tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang merupakan gagasan baru yang
bermuara pada The Beijing Rules pada hakikatnya telah diatur di dalam hukum
Islam yang dikenal dengan konsep islah (perdamaian). Suatu konsep yang mengedepankan penyelesaian perkara secara kekeluargaan. Perbedaan mendasar dari konsep islah dengan diversi terletak pada kasus-kasus yang dapat ditempuh
dengan upaya damai