Abstract :
Penunjukan perwira tinggi Polri aktif sebagi Plt gubernur oleh Kementrian Dalam
Negeri menjadi permasalahan yang serius saat ini karena penunjukan tersebut sangat
bertentangan dengan banyak UU yang ada, antara lain UUD, UU Polri, UU ASN, dan
UU No.10 Tahun 2016. UUD dan UU No.2 Tahun 2002 menyebutkan tugas dan fungsi
Polri sebagai alat negara yang mejaga keamanan dan ketertiban adalah melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum. UU No.10 Tahun 2016
menyebutkan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat
gubernur yang berasal dari jabatan Pimpinan Tinggi Madya. UU ASN menjelaskan
bahwa Pejabat Pimpinan Tinggi Madya adalah jabatan untuk ASN atau diluar
Kepolisian. Permasalahan yang diangkat adalah Apakah pejabat kepolisian dapat
memenuhi kualifikasi pejabat Pimpinan Tinggi Madya untuk mengisi posisi Pjs
Gubernur berdasarkan Permendagri No 1 Tahun 2018, dan apakah fungsi kepolisian
sebagai penjaga keamanan dalam negeri dapat beralih fungsi sebagai Gubernur.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersumber pokok
pada penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini
tidak memerlukan studi lapangan, melainkan studi kepustakaan dalam kajian terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bahan literatur yang terkait dalam
permasalahan atau judul yang diangkat. Hasil penelitian dan pembahasan ini adalah
bahwa Istilah jabatan pimpinan tinggi menurut UU ASN adalah istilah yang digunakan
untuk Aparatur Sipil Negara atau dalam hal ini adalah birokrasi sipil atau diluar
Kepolsian. Bahwa menurut PP No 11 Tahun 2017 ada beberapa jabatan ASN tertentu
dilingkungan Instansi Pusat tertentu yang dapat diisi oleh anggota Polri karena tugas
dan kompetensi nya yang masih berkaitan dengan kepolisian, karena berdasarkan UU
Polri, seorang Polri diwajibkan mengundurkan diri atau pensiun jika menduduki
jabatan diluar tugas kepolisian. Seorang Polri aktif tidak diperbolehkan untuk mengisi
Jabatan Gubernur sebelum mengundurkan diri atau pensiun karena Jabatan Gubernur
adalah jabatan politik atau jabatan sipil diluar jabatan Polri. Seorang aggota Polri yang
ditunjuk oleh kementrian dalam negeri untuk menjadi Penjabat Gubernur karena
terdapat kekosongan jabatan berdasarkan UU No. 10 Tahun 2016, maka kementrian
dalam negeri menunjuk seorang anggota Polri yang terlebih dahulu sudah menduduki
Jabatan Pimpinan Tinggi Madya pada instansi pusat tertentu yang dapat diduduki oleh
Polri berdasarkan UU ASN. Instansi pusat tertentu yang dimaksud adalah Kantor
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Departemen Pertahanan,
Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelejen Negara, Lembaga Sandi Negara,
Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Ketahanan Nasional, Badan S.A.R Nasional,
Badan Narkotika Nasional.