Institusion
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Author
Rifki, M Ihwan Nur
Fahrezi, Rifki Azriel
Subject
TP155.5 Chemical plants--Design and construction
Datestamp
2023-07-28 07:41:02
Abstract :
Program konversi minyak tanah ke LPG yang telah dijalakan sejak tahun 2007 memberikan
dampak besar terhadap konsumsi LPG di Indonesia. Kebutuhan LPG pada tahun 2007 sebesar
0,33 juta ton meningkat secara signifikan hingga pada tahun 2017. Meningkatnya kebutuhan LPG
akibat program koversi minyak tanah di Indonesia mendorong negara melakukan impor untuk
memenuhi kebutuhan akan LPG di Indonesia. Adanya impor LPG yang dilakukan pemerintah
tentunya akan mengakibatkan bebdan anggaran pemerintah semakin besar. Berdasarkan
permasalahan tersebut diperlukannya pengembangan bahan bakar alternatif yang dapat
menggantikan peran LPG sebagai bahan bakar. Pendirian industri DME di Indonesia menjawab
akan masalah atas kebutuhan LPG. Ketersediaan bahan baku berupa gas alam yang melimpah,
membuat industri DME di Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan.
Pabrik DME akan didirikan dan siap beroperasi pada tahun 2027 dengan pembelian
peralatan pada tahun 2023 dan masa kontruksi selama 4 tahun (2023-2027). Lokasi pabrik
direncanakan di Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya di Kawasan Industri Kariangau, Balikpapan,
Kalimantan Timur.
Bahan baku utama dalam proses pembuatan DME yaitu gas alam dengan bahan baku
penunjang dalam pembuatan DME berupa O2, recycle CO2, dan recycle methanol yang merupakan
byproduct dari tiap proses. Penambahan CO2 ditujukan untuk mendapatkan rasio H2/CO = 1 yang
merupakan rasio optimal dalam proses pembuatan DME dengan proses langsung.
Kapasitas produksi DME direncanakan sebesar 625.577 ton DME/tahun. Perencanaan ini
berdasarkan dari nilai produksi, konsumsi, ekspor, dan impor LPG yang diproyeksikan hingga
tahun 2027. Dalam memenuhi kapasitas produksi, pabrik akan beroperasi kontinyu 24 jam sehari
selama 330 hari setahun. Bahan baku gas alam yang digunakan dalam proses pembuatan DME
berupa gas alam sebesar 65 MMSCFD.
Proses pembuatan DME menggunakan direct process dapat diuraikan menjadi 3 tahapan
proses yaitu tahap reforming, tahap sintesa DME, dan tahap purifikasi DME. Pada tahap reforming
gas alam diubah menajdi syngas menggunakan alat autothermal reformer. Tujuannya untuk
melakukan efisiensi karena dalam proses tersebut terjadi reaksi endotermis dan eksotermis secara
bersamaan. Syngas yang dihasilkan dari proses reforming pada temperature 1200 C didinginkan
dan dipisahkan kandungan CO2-nya dengan acid gas removal unit. Panas yang dimiliki syngas
dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan steam pada unit utilitas. Syngas yang telah
dipisahkan kandungan CO2-nya masuk ke dalam tahap sintesa DME, dimana syngas dialirkan ke
dalam DME reactor dengan kondisi operasi temperature 250 C dan pada tekanan 50 bar dengan bantuan katalis bifungsi Cu-Al2O3-ZnO/HZSM-5. Pada tahap sintesa DME produk DME
dihasilkan dengan persen konversi mencapai 90%. Produk utama berupa DME dipisahkan dengan
byproduct berupa CO2, unreacted syngas, water, dan methanol. Di dalam proses purifikasi terdapat
tiga proses distilasi, yaitu distilasi Syngas-DME, DME-metanol, serta metanol-air. Sedangkan
untuk memisahkan syngas hanya diperlukan separator biasa dan untuk memisahkan CO2
memerlukan kolom distilasi. Kemurnian DME mencapai 98,9% liquid volume dan sudah on
specification dengan peraturan ESDM. DME disimpan pada tangki berbentuk spherical pada suhu
ruangan dan bertekanan 9 bar berfasa cair.
Dari perhitungan analisa ekonomi dengan menggunakan metode discounted cash flow,
dengan harga jual DME sebesar $800 per ton, diperoleh nilai Internal Rate Return (IRR) sebesar
21,7% dengan waktu pengembalian modal selama 3,03 tahun. Besarnya nilai IRR tersebut
mengindikasikan bahwa pabrik layak untuk didirikan dengan suku bunga pinjamna sebesar 6%
dan waktu pengembalian modal (pay out period) selama 5 tahun. Modal untuk pendirian pabrik
menggunakan rasio 40% modal sendiri dan 60% modal pinjaman. Modal total yang dibutuhkan
untuk mendirikan pabrik adalah sebesar USD 390.782.700 dan Break Event Point (BEP) pabrik
berada pada angka 37,5%.
============================================================
The kerosene to LPG conversion program that has been implemented since 2007 has had
a major impact on LPG consumption in Indonesia. The need for LPG in 2007 amounted to 0.33
million tons, increasing significantly until 2017. The increased demand for LPG due to the
kerosene conversion program in Indonesia prompt countries to import to meet the need for LPG
in Indonesia and will certainly result in an even greater burden on the government's budget. Based
on these problems, it is necessary to develop alternative fuels that can replace the role of LPG as
fuel and the establishment of the DME industry in Indonesia answered this problem. The abundant
availability of raw materials in the form of natural gas makes DME industry in Indonesia to have
promising prospects.
In believing the DME plant will be established and ready to operate in 2027, purchasing of
the e