Abstract :
Pajak Penghasilan Pasal 21 pada hakikatnya merupakan beban karyawan.
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh perusahaan atas penghasilan
karyawan bersifat wajib. Pilihan untuk menanggung beban Pajak Penghasilan Pasal
21 membutuhkan perencanaan yang matang berkaitan dengan pemberian
kesejahteraan karyawan. Kesejahteraan karyawan dapat direkayasa salah satunya
dengan pemilihan kebijakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Pemilihan
kebijakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada dasarnya merupakan
simbiosis mutualisme, dimana pihak perusahaan dan karyawan saling diuntungkan
dan saling memberi manfaat satu sama lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbandingan
metode net dan metode gross up sebagai strategi penghematan pajak penghasilan
badan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskrpitif analitis. Lokasi penelitian adalah PT ABC yang berlokasi di Jakarta.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa metode pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dengan metode net maupun metode gross up tidak
memberikan dampak pada Pajak Penghasilan Badan yang terutang akan lebih kecil.
Hal itu disebabkan karena PT ABC dikenakan pajak secara final Pajak Penghasilan
Badannya. Kebijakan perusahaan menggunakan pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 secara gross up sudah tepat, tetapi secara implementasi PT ABC tidak tepat
menerapkan perhitungan pajak yang terutang dengan menggunakan tarif 1% yang
dikenakan bersifat final. PT ABC sebaiknya menerapkan perhitungan pajak badan
terutang dengan tarif Pasal 31 E Undang-Undang No.36 tahun 2008. Secara
implementasi PT ABC termasuk ke dalam penggolongan jenis usaha pekerjaan
bebas yaitu usaha jasa konsultan.