Abstract :
Uni Eropa (European Union) adalah salah satu organisasi regional terbesar
di dunia. Beberapa kali ia diguncang oleh krisis namun tidak membuat anggotanya
melakukan penarikan diri. Ketika masa krisis telah usai justru muncul kabar yang
mengejutkan ketika Inggris menyatakan akan keluar dari Uni Eropa. Akhirnya pada
Juli 2016 pemerintah Inggris mengadakan sebuah referendum untuk menanyakan
pendapat masyarakat mengenai keberlanjutan keanggotaan. Bentuk pertanyaan
dibuat singkat dan sederhana, yakni antara leave dan remain dari Uni Eropa. Hasil
referendum memberikan angka kemenangan yang tipis untuk kubu leave. David
Cameron kemudian mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri dan
digantikan oleh Theresa May yang sebelumnya menjabat Menteri Dalam Negeri.
May sejatinya adalah pendukung kubu remain, namun ia menjadikan upaya brexit
sebagai agenda politik kabinetnya untuk menghargai demokrasi rakyat dari
referendum. Namun dalam usahanya May harus mendapatkan legalitas tindakan
melalui suatu kebijakan luar negeri. May kemudian mengajukan RUU kepada
parlemen, yang terdiri dari House of Commons dan House of Lords, yang berisikan
kebijakan untuk keluar dari Uni Eropa dengan mengacu pada pasal 50 Treaty of
European Union (TEU). Akhirnya setelah melalui proses birokrasi politik dalam
tubuh pemerintahan, keluarlah kebijakan untuk keluar dari Uni Eropa dengan nama
European Union (withdrawal) Act. Penelitian ini cenderung pada Analitik
Deskriptis. Sehingga penjelasan difokuskan pada komponen utama. Metode
penelitian ini menggunakan pengambilan data primer dan sekunder.