Abstract :
Penanganan Tindak Pidana Kehutanan samapai saat ini belum dapat memenuhi
harapan masyarakat, bahkan penanganan sebagaian kasus banyak yang ditutupi.
Setiap tahunnya luas hutan di Indonesia berkurang hingga mencapai 269-1 OOHa
pertahun. Diakibatkan adanya peralihan fungsi hutan secara menyeluruh dan
penebangan hutan secara ilegal. Masalah-masalah yang terjadi dalam kasus ini
merupakan contuh bukti betapa aparatut penegah hukum telah begitu saja cuci
tangan agar tidak dipublikasikan dan hanya memberikan surat teguran akan tetapi
tidak sampai pada penyelesaian hukum. PT.Torganda dapat melakukan
perambahan hutan di hutan produksi tanpa hak dan tanpa izin, dikarenakan adanya
pihak-pihak yang terkait membantu proses alih fungsi hutan dan terdakwa patut
mengira dan mengetahui kawasan hutan merupakan hutan produksi sesuai dengan
Pasal 50 UU No.41 tahun 1999. Hukum Kehutanan merupakan hukum lex
specialis dan lebih berfokus pada sanksi administratif meskipun ada unsur pidana.
Dalam kasus Darianus Lungguk Sitorus hanya dikenakan tindak pidana korupsi
hakim menimbang dan mencermati bahwa adanya korporasi dan unsur-unsur
tindak pidana korupsi sesuai dalam Pasal 2 ayat (I) UU No.3 I tahun 2001 tindak
pidana korupsi. Dalam putusan ini hakim mengambil 2 hukum baik UU
Kehutanan dan UU Tipikor yang sama-sama merupakan lex specialis. Selain itu
adanya unsur-unsur turut serta melakuan dalam Pasal 55 ayat (I) KUHP.
Majelis hakim menyatakan terdakwa Darianus Lungguk Sitorus terbukti secara
sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan
menjatuhkan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dan denda Rp.
200.000.000,- subsidair 6 (enam) bulan kurungan . Serta terdakwa wajib membayar uang pengganti sebesar Rp. 323.6555.640.000,- Dari putusan ini hakim sudah melihat atau menggunakan yuriprudensi dan keyakinan berdasarkan atas
undang-undang dan sesuai dengan alat bukti di persidangan. Putusan ini
seyogyanya agar memberikan efek jera bagi para pelaku krjahatan lingkungan
hidup.